Selasa, 11 Oktober 2011

Perseteruan KPK dengan DPR Mereda?

"Kalau terus menolak hadir, sanksinya jelas, DPR bisa menyandera pimpinan KPK."

Perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dewan Perwakilan Rakyat memasuki babak baru setelah Ketua DPR ,Marzuki Alie, mengancam akan menyandera komisi itu jika tidak hadir dalam rapat konsultasi yang akan digelar pada Senin 3 Oktober 2011. “Sesuai UU MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD) pasal 72-73, DPR berhak memanggil siapapun dalam rangka menjalankan tugas dan kewenangannya. Kalau terus menolak hadir, sanksinya jelas, DPR bisa menyandera pimpinan KPK,” kata Marzuki di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat 30 September 2011. Rapat konsultasi antara DPR dan insitusi penegak hukum, yaitu Polri, Kejaksaan dan KPK, sedianya digelar pada Rabu kemarin, 27 September 2011, namun rapat ternyata batal karena pihak KPK, Kejaksaan, dan Polri tidak dapat hadir. Alasannya, undangan dari DPR dibuat terlalu mendadak. Rapat akhirnya dijadwalkan ulang sehari sesudahnya, Kamis.

Namun, Kamis kemarin, KPK lagi-lagi tak menghadiri undangan DPR, meski Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan Jaksa Agung Basrief Arief hadir. KPK beralasan sedang sibuk menyidik kasus suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Selain itu, rapat juga dihadiri oleh pimpinan Banggar DPR yang notabene sedang diperiksa KPK sebagai saksi, sehingga KPK merasa berkeberatan. Rapat konsultasi DPR dan institusi penegak hukum dilakukan atas permintaan Banggar. Persoalan antara KPK dan DPR bermula ketika KPK memanggil empat pimpinan Banggar DPR terkait kasus dugaan suap di Kemenakertrans. Banggar mengeluhkan pemeriksaan tersebut. Menurut mereka, pemeriksaan KPK atas mereka bukan terkait indikasi tindak pidana korupsi, melainkan tentang proses pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh Banggar.

Padahal, menurut Banggar, proses pengambilan kebijakan tidak dapat diutak-atik, karena sudah digariskan dalam UU dan keputusannya diambil bersama pemerintah, tidak hanya oleh DPR. Banggar lalu menuntut pimpinan DPR untuk menggelar rapat konsultasi bersama institusi penegak hukum, termasuk KPK, untuk menyamakan persepsi. Sampai rapat tersebut terlaksana, Banggar untuk sementara waktu mengembalikan fungsi pembahasan RAPBN mereka ke pimpinan DPR. Namun ternyata KPK dua kali berturut-turut menolak undangan DPR. Marzuki menyatakan, undangan DPR kepada KPK sudah mengacu pada undang-undang. Ia juga menegaskan, kredibilitas KPK tidak akan berkurang dengan memenuhi undangan DPR tersebut, karena rapat akan dilakukan secara terbuka. “Bagaimana rapat konsultasi ini bisa mengurangi kredibilitas? Rapat ini terbuka dan bisa dilihat banyak orang, dengan tujuan agar masyarakat bisa melihat secara langsung,” kata Marzuki. Ia pun menganggap alasan KPK menolak hadir di rapat itu, mengada-ada. “Alasan bahwa mereka sedang sibuk melakukan penyidikan tidak dapat diterima, karena yang menyidik kan jajaran penyidik KPK, bukan pimpinan KPK,” imbuh politisi Demokrat itu.

Undang-undang yang dimaksud Marzuki adalah UU MPR, DPR, DPD dan DPRD. Adapun pasal-pasal yang terkait adalah sebagai berikut:
  • Pertama, Pasal 72 ayat (1) yang berbunyi, DPR dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan bangsa dan negara.
  • Kedua, Pasal 72 ayat (2) berbunyi, setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat wajib memenuhi permintaan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  • Ketiga, Pasal 72 ayat (3) berbunyi, setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dikenakan panggilan paksa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
  • Keempat, Pasal 72 ayat (4) berbunyi, dalam hal panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Entah terkait atau tidak dengan pernyataan Marzuki, pimpinan KPK pun akhirnya memutuskan akan hadir dalam rapat konsultasi dengan DPR. "Dalam rapat ini, pimpinan KPK memutuskan untuk hadir," ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi SP. Ketua KPK, Busyro Muqoddas dan Sekjen KPK Bambang Sapto Pratomosunu besar kemungkinan hadir dalam rapat tersebut.
Meski sudah menyanggupi akan hadir, KPK memberikan syarat kepada pimpinan DPR. KPK meminta agar DPR tidak mempertanyakan materi penyidikan di KPK. "Ketika mulai dibahas tentang proses materi di proses penyidikan kasus suap Kemenakertrans di KPK, tentu pimpinan KPK tidak akan menjawab soal itu," ujar Johan. Johan mengatakan, selain tidak akan dihadiri pimpinan Badan Anggaran, pimpinan DPR menjamin, dalam rapat konsultasi nanti hanya membahas mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara. "Saya kira DPR juga tidak akan terlalu jauh menanyakan soal itu," katanya. 

Rapat konsultasi nanti juga, kata Johan, tidak akan mempengaruhi penyidikan kasus dugaan suap Kemenakertrans yang sedang dilakukan oleh KPK. Dimana salah satu prosesnya adalah meminta keterangan empat pimpinan Banggar. "Kami meminta keterangan itu sebagai pribadi-pribadi, dan ternyata mereka (pimpinan DPR) sudah memahami bahwa pemanggilan KPK itu sebagai pribadi-pribadi yang kebetulan pimpinan," katanya. Johan yakin, dalam rapat konsultasi nanti, tidak akan dihadiri oleh Badan Anggaran. Sesuai dengan yang tertera dalam surat undangan. "Saya kira, kami menghormati surat itu. Kalau sudah yang melayangkan pimpinan DPR kan itu lembaga yang terhormat. Secara teori harus diisi orang-orang terhormat juga," katanya.

Banggar Akhiri Ngambek

Setelah melakukan aksi mogok, Badan Anggaran DPR pun akhirnya kembali bekerja. Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, memastikan sudah tidak ada lagi aksi mogok kerja Badan Anggaran. Kamis malam, Badan Anggaran sudah menggelar rapat membahas soal mogok yang disebut mereka sebagai pengembalian wewenang ke pimpinan DPR itu. "Banggar sudah bekerja seperti sedia kala," ujar Priyo. Tadi malam, lanjut Priyo, Banggar mengadakan rapat internal hingga pukul 23.30. Hasilnya, Banggar setuju dengan usulan pimpinan DPR bahwa agar Banggar bersedia hadir di KPK dan bekerja kembali sediakala.Kewenangan pembahasan anggaran juga akan dikembalikan lagi kepada Banggar. "Surat yang dikirimkan ke kami akan dibacakan di paripurna dan akan kami nyatakan kewenangan telah dikembalikan ke Banggar," kata Priyo.

Wakil Ketua DPR Pramono Anung menambahkan, pimpinan dewan akan segera mengembalikan mandat pembahasan anggaran kepada Badan Anggaran DPR. Dengan demikian, Banggar dapat kembali melaksanakan tugas-tugasnya. Ia menjelaskan, pengembalian mandat Banggar memang paling tepat dilakukan di sidang paripurna sebagai forum tertinggi yang dihadiri seluruh anggota dewan. “Karena pimpinan Banggar menyerahkan mandat kepada pimpinan DPR melalui surat resmi, maka pengembalian mandat juga dilakukan lewat forum resmi,” jelas Pramono.Setelah mandat Banggar dikembalikan lewat paripurna, lanjutnya, maka Banggar dapat resmi bekerja membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012.

Pramono menambahkan, meski mandat Banggar baru dikembalikan secara resmi pada paripurna, namun faktanya Banggar sudah mulai bekerja pada Kamis, 29 September 2011, kemarin. “Kemarin kan komisi-komisi sudah menyelesaikan perhitungan asumsi-asumsi RAPBN. Jadi Banggar langsung mulai membahas itu,” terangnya. Paripurna DPR yang terdekat kemungkinan akan digelar pada pekan depan. Sebelumnya, Wakil Ketua Banggar Tamsil Linrung juga mengatakan, Banggar kembali bekerja seperti biasa pada Kamis kemarin. “Teman-teman sudah mulai kerja pagi,” kata Tamsil. Malam ini, Banggar DPR pun kembali menggelar rapat. Namun, rapat tidak digelar di Jakarta. Mereka menggelar rapat di Wisma DPR Cikopo, Bogor, Jawa Barat. "Pembahasan di Kopo. Kami akan membahas asumsi makro," kata Wakil Ketua Badan Anggaran Tamsil Linrung.

Menurut Tamsil, rapat itu merupakan awal pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2012. Selain berhenti 'mogok', pimpinan Banggar DPR pun akhirnya memutuskan untuk memenuhi panggilan KPK. Kesediaan ini disampaikan langsung Tamsil Linrung. "Saya akan hadir, kesepakatannya Senin 3 Oktober. Kalau yang kemarin (28 September 2011) tidak ada surat panggilan," kata Tamsil Linrung. KPK juga meminta sejumlah dokumen, termasuk kehadiran rapat anggota Badan Anggaran. Bagi Tamsil, data-data kehadiran, teknis rapat semua terekam jelas di Sekretariat. Kalau hanya menginginkan data soal itu, kata Tamsil, KPK bisa minta dengan lengkap di Sekretariat. "Ada kesepakatan soal penyerahan dokumen," kata politisi PKS ini. Mengenai panggilan ini, Marzuki Alie menegaskan bahwa pimpinan dan anggota DPR akan tunduk pada hukum. Oleh karena itu ia mempersilakan pimpinan Badan Anggaran DPR untuk memenuhi panggilan KPK. “DPR itu taat azas. Siapapun anggota Banggar yang dipanggil KPK, kami akan mengikuti aturan hukum, karena setiap warga negara tidak ada bedanya di mata hukum."

Namun, Marzuki menambahkan, proses pemanggilan tersebut tidak boleh dilakukan dengan sembarangan. “Semua wajib memenuhi panggilan KPK, asal prosesnya sudah sesuai dengan hukum acara,” ujarnya. Masalahnya, hukum acara pemanggilan Banggar DPR oleh KPK, ternyata diperdebatkan. “Pemanggilan itu sebagai saksi apa, saksi ahli atau saksi fakta yang mengetahui kejadian. Itu harus dijelaskan, karena tidak bisa disamakan antara saksi ahli dengan saksi fakta yang melihat kejadian. Itu untuk menghindari persepsi yang keliru ” papar Marzuki.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar