"Kalau
terus menolak hadir, sanksinya jelas, DPR bisa menyandera pimpinan KPK."
Perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dewan
Perwakilan Rakyat memasuki babak baru setelah Ketua DPR ,Marzuki Alie,
mengancam akan menyandera komisi itu jika tidak hadir dalam rapat konsultasi
yang akan digelar pada Senin 3 Oktober 2011. “Sesuai UU MD3 (MPR, DPR, DPD, dan DPRD) pasal 72-73, DPR berhak memanggil
siapapun dalam rangka menjalankan tugas dan kewenangannya. Kalau terus menolak
hadir, sanksinya jelas, DPR bisa menyandera pimpinan KPK,” kata Marzuki di
Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat 30 September 2011. Rapat konsultasi
antara DPR dan insitusi penegak hukum, yaitu Polri, Kejaksaan dan KPK, sedianya
digelar pada Rabu kemarin, 27 September 2011, namun rapat ternyata batal karena
pihak KPK, Kejaksaan, dan Polri tidak dapat hadir. Alasannya, undangan dari DPR
dibuat terlalu mendadak. Rapat akhirnya dijadwalkan ulang sehari sesudahnya,
Kamis.
Namun, Kamis kemarin, KPK lagi-lagi tak menghadiri undangan
DPR, meski Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan Jaksa Agung Basrief Arief hadir.
KPK beralasan sedang sibuk menyidik kasus suap di Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Selain itu, rapat juga dihadiri oleh pimpinan Banggar DPR yang notabene
sedang diperiksa KPK sebagai saksi, sehingga KPK merasa berkeberatan. Rapat
konsultasi DPR dan institusi penegak hukum dilakukan atas permintaan Banggar. Persoalan
antara KPK dan DPR bermula ketika KPK memanggil empat pimpinan Banggar DPR
terkait kasus dugaan suap di Kemenakertrans. Banggar mengeluhkan pemeriksaan
tersebut. Menurut mereka, pemeriksaan KPK atas mereka bukan terkait indikasi
tindak pidana korupsi, melainkan tentang proses pengambilan kebijakan yang
dilakukan oleh Banggar.
Padahal, menurut Banggar, proses pengambilan kebijakan tidak
dapat diutak-atik, karena sudah digariskan dalam UU dan keputusannya diambil
bersama pemerintah, tidak hanya oleh DPR. Banggar lalu menuntut pimpinan DPR
untuk menggelar rapat konsultasi bersama institusi penegak hukum, termasuk KPK,
untuk menyamakan persepsi. Sampai rapat tersebut terlaksana, Banggar untuk
sementara waktu mengembalikan fungsi pembahasan RAPBN mereka ke pimpinan DPR. Namun
ternyata KPK dua kali berturut-turut menolak undangan DPR. Marzuki menyatakan,
undangan DPR kepada KPK sudah mengacu pada undang-undang. Ia juga menegaskan,
kredibilitas KPK tidak akan berkurang dengan memenuhi undangan DPR tersebut,
karena rapat akan dilakukan secara terbuka. “Bagaimana rapat konsultasi ini
bisa mengurangi kredibilitas? Rapat ini terbuka dan bisa dilihat banyak orang,
dengan tujuan agar masyarakat bisa melihat secara langsung,” kata Marzuki. Ia
pun menganggap alasan KPK menolak hadir di rapat itu, mengada-ada. “Alasan
bahwa mereka sedang sibuk melakukan penyidikan tidak dapat diterima, karena
yang menyidik kan jajaran penyidik KPK, bukan pimpinan KPK,” imbuh politisi
Demokrat itu.
Undang-undang yang dimaksud Marzuki adalah UU MPR, DPR, DPD
dan DPRD. Adapun pasal-pasal yang terkait adalah sebagai berikut:
- Pertama, Pasal 72 ayat (1) yang berbunyi,
DPR dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak meminta pejabat negara,
pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan
keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan bangsa dan
negara.
- Kedua, Pasal 72 ayat (2) berbunyi, setiap
pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat wajib
memenuhi permintaan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
- Ketiga, Pasal 72 ayat (3) berbunyi, setiap
pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat yang
melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dikenakan panggilan
paksa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
- Keempat, Pasal 72 ayat (4) berbunyi, dalam
hal panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi tanpa
alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
Entah terkait atau tidak dengan pernyataan Marzuki, pimpinan
KPK pun akhirnya memutuskan akan hadir dalam rapat konsultasi dengan DPR.
"Dalam rapat ini, pimpinan KPK memutuskan untuk hadir," ujar Juru
Bicara KPK, Johan Budi SP. Ketua KPK, Busyro Muqoddas dan Sekjen KPK Bambang
Sapto Pratomosunu besar kemungkinan hadir dalam rapat tersebut.
Meski sudah menyanggupi akan hadir, KPK memberikan syarat kepada pimpinan DPR.
KPK meminta agar DPR tidak mempertanyakan materi penyidikan di KPK.
"Ketika mulai dibahas tentang proses materi di proses penyidikan kasus
suap Kemenakertrans di KPK, tentu pimpinan KPK tidak akan menjawab soal
itu," ujar Johan. Johan mengatakan, selain tidak akan dihadiri pimpinan
Badan Anggaran, pimpinan DPR menjamin, dalam rapat konsultasi nanti hanya
membahas mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara. "Saya kira
DPR juga tidak akan terlalu jauh menanyakan soal itu," katanya.
Rapat konsultasi nanti juga, kata Johan, tidak akan
mempengaruhi penyidikan kasus dugaan suap Kemenakertrans yang sedang dilakukan
oleh KPK. Dimana salah satu prosesnya adalah meminta keterangan empat pimpinan
Banggar. "Kami meminta keterangan itu sebagai pribadi-pribadi, dan
ternyata mereka (pimpinan DPR) sudah memahami bahwa pemanggilan KPK itu sebagai
pribadi-pribadi yang kebetulan pimpinan," katanya. Johan yakin, dalam
rapat konsultasi nanti, tidak akan dihadiri oleh Badan Anggaran. Sesuai dengan
yang tertera dalam surat undangan. "Saya kira, kami menghormati surat itu.
Kalau sudah yang melayangkan pimpinan DPR kan itu lembaga yang terhormat.
Secara teori harus diisi orang-orang terhormat juga," katanya.
Banggar Akhiri Ngambek
Setelah melakukan aksi mogok, Badan Anggaran DPR pun
akhirnya kembali bekerja. Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, memastikan sudah
tidak ada lagi aksi mogok kerja Badan Anggaran. Kamis malam, Badan Anggaran
sudah menggelar rapat membahas soal mogok yang disebut mereka sebagai
pengembalian wewenang ke pimpinan DPR itu. "Banggar sudah bekerja seperti
sedia kala," ujar Priyo. Tadi malam, lanjut Priyo, Banggar mengadakan
rapat internal hingga pukul 23.30. Hasilnya, Banggar setuju dengan usulan
pimpinan DPR bahwa agar Banggar bersedia hadir di KPK dan bekerja kembali
sediakala.Kewenangan pembahasan anggaran juga akan dikembalikan lagi kepada
Banggar. "Surat yang dikirimkan ke kami akan dibacakan di paripurna dan
akan kami nyatakan kewenangan telah dikembalikan ke Banggar," kata Priyo.
Wakil Ketua DPR Pramono Anung menambahkan, pimpinan dewan
akan segera mengembalikan mandat pembahasan anggaran kepada Badan Anggaran DPR.
Dengan demikian, Banggar dapat kembali melaksanakan tugas-tugasnya. Ia
menjelaskan, pengembalian mandat Banggar memang paling tepat dilakukan di
sidang paripurna sebagai forum tertinggi yang dihadiri seluruh anggota dewan. “Karena
pimpinan Banggar menyerahkan mandat kepada pimpinan DPR melalui surat resmi,
maka pengembalian mandat juga dilakukan lewat forum resmi,” jelas Pramono.Setelah
mandat Banggar dikembalikan lewat paripurna, lanjutnya, maka Banggar dapat
resmi bekerja membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012.
Pramono menambahkan, meski mandat Banggar baru dikembalikan
secara resmi pada paripurna, namun faktanya Banggar sudah mulai bekerja pada
Kamis, 29 September 2011, kemarin. “Kemarin kan komisi-komisi sudah
menyelesaikan perhitungan asumsi-asumsi RAPBN. Jadi Banggar langsung mulai
membahas itu,” terangnya. Paripurna DPR yang terdekat kemungkinan akan digelar
pada pekan depan. Sebelumnya, Wakil Ketua Banggar Tamsil Linrung juga
mengatakan, Banggar kembali bekerja seperti biasa pada Kamis kemarin.
“Teman-teman sudah mulai kerja pagi,” kata Tamsil. Malam ini, Banggar DPR pun
kembali menggelar rapat. Namun, rapat tidak digelar di Jakarta. Mereka
menggelar rapat di Wisma DPR Cikopo, Bogor, Jawa Barat. "Pembahasan di
Kopo. Kami akan membahas asumsi makro," kata Wakil Ketua Badan Anggaran
Tamsil Linrung.
Menurut Tamsil, rapat itu merupakan awal pembahasan
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2012. Selain berhenti
'mogok', pimpinan Banggar DPR pun akhirnya memutuskan untuk memenuhi panggilan
KPK. Kesediaan ini disampaikan langsung Tamsil Linrung. "Saya akan hadir,
kesepakatannya Senin 3 Oktober. Kalau yang kemarin (28 September 2011) tidak
ada surat panggilan," kata Tamsil Linrung. KPK juga meminta sejumlah dokumen, termasuk kehadiran rapat anggota Badan
Anggaran. Bagi Tamsil, data-data kehadiran, teknis rapat semua terekam jelas di
Sekretariat. Kalau hanya menginginkan data soal itu, kata Tamsil, KPK bisa minta dengan
lengkap di Sekretariat. "Ada kesepakatan soal penyerahan dokumen,"
kata politisi PKS ini. Mengenai panggilan ini, Marzuki Alie menegaskan bahwa pimpinan dan anggota DPR
akan tunduk pada hukum. Oleh karena itu ia mempersilakan pimpinan Badan
Anggaran DPR untuk memenuhi panggilan KPK. “DPR itu taat azas. Siapapun anggota
Banggar yang dipanggil KPK, kami akan mengikuti aturan hukum, karena setiap
warga negara tidak ada bedanya di mata hukum."
Namun, Marzuki menambahkan, proses pemanggilan tersebut
tidak boleh dilakukan dengan sembarangan. “Semua wajib memenuhi panggilan KPK,
asal prosesnya sudah sesuai dengan hukum acara,” ujarnya. Masalahnya, hukum
acara pemanggilan Banggar DPR oleh KPK, ternyata diperdebatkan. “Pemanggilan
itu sebagai saksi apa, saksi ahli atau saksi fakta yang mengetahui kejadian.
Itu harus dijelaskan, karena tidak bisa disamakan antara saksi ahli dengan
saksi fakta yang melihat kejadian. Itu untuk menghindari persepsi yang keliru ” papar Marzuki.