Korupsi
(bahasa
Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak
legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut
pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur
sebagai berikut:
- perbuatan melawan hukum;
- penyalahgunaan kewenangan,
kesempatan, atau sarana;
- memperkaya diri sendiri, orang
lain, atau korporasi;
- merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara;
Selain itu
terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
- memberi atau menerima hadiah
atau janji (penyuapan);
- penggelapan dalam jabatan;
- pemerasan dalam jabatan;
- ikut serta dalam pengadaan
(bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
- menerima gratifikasi (bagi pegawai
negeri/penyelenggara negara).
Dalam kasus korupsi yang saya bahas ini, saya membahas kasus
korupsi yang ada di Indonesia khususnya yang berdampak pada perekonomiannya
itu. Disini saya akan membahas beberapa dampaknya yang terbagi dalam beberapa
bagian yang akan saya jelaskan seperti di bawah ini.
1.
Dampak Kualitatif Korupsi Terhadap
Perekonomian
Korupsi mengurangi pendapatan dari sektor publik dan
meningkatkan pembelanjaan pemerintah untuk
sektor publik. Korupsi juga memberikan kontribusi pada nilai defisit fiskal
yang besar, meningkatkan income inequality, dikarenakan korupsi membedakan kesempatan
individu dalam posisi tertentu untuk mendapatkan
keuntungan dari aktivitas pemerintah pada biaya yang sesungguhnya ditanggung
oleh masyarakat Ada indikasi yang kuat, bahwa meningkatnya perubahan pada distribusi pendapatan terutama di negara
negara yang sebelumnya memakaii
sistem ekonomi terpusat disebabkan
oleh korupsi, terutama pada proses privatisasi perusahaan negara Lebih lanjut korupsi mendistorsi mekanisme pasar dan
alokasi sumber daya dikarenakan:
1. Korupsi mengurangi kemampuan
pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam bentuk peraturan dan kontrol akibat
kegagalan pasar (market failure). Ketika kebijakan dilakukan dalam
pengaruh korupsi yang kuat maka pengenaan peraturan dan kebijakan, misalnya,
pada perbankan, pendidikan, distribusi makanan dan sebagainya, malah akan
mendorong terjadinya inefisiensi.
2. Korupsi mendistorsi insentif
seseorang, dan seharusnya melakukan kegiatan yang produktif menjadi keinginan
untuk merealisasikan peluang korupsi dan pada akhimya menyumbangkan negatif
value added.
3. Korupsi menjadi bagian dari welfare
cost memperbesar biaya produksi, dan selanjutnya memperbesar biaya yang harus
dibayar oleh konsumen dan masyarakat (dalam kasus pajak), sehingga secara
keseluruhan berakibat pada kesejahteraan masyarakat yang turun.
4. Korupsi mereduksi peran pundamental
pemerintah (misalnya pada penerapan dan pembuatan kontrak, proteksi, pemberian
property rights dan sebagainya). Pada akhirnya hal ini akan memberikan pengaruh
negatif pada pertumbuhan ekonomi yang dicapai.
5. Korupsi mengurangi legitimasi dari
peran pasar pada perekonomian, dan juga proses demokrasi. Kasus seperti ini
sangat terlihat pada negara yang sedang mengalami masa transisi, baik dari tipe
perekonomian yang sentralistik ke perekonomian yang lebih terbuka atau
pemerintahan otoriter ke pemerintahan yang lebih demokratis, sebagaimana
terjadi dalam kasus Indonesia.
Korupsi memperbesar angka kemiskinan. ini sangat wajar.
Selain dikarenakan program-program pemerintah sebagaimana disebut di atas tidak
mencapai sasaran, korupsi juga mengurangi potensi pendapatan yang mungkin
diterima oleh si miskin. Menurut Tanzi (2002), perusahaan perusahaan kecil
adalah pihak yang paling sering menjadi sasaran korupsi dalam bentuk pungutan
tak resmi (pungutan liar). Bahkan, pungutan tak resmi ini bisa mencapai hampir
dua puluh persen dari total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan ini
amat mengkhawatirkan, dikarenakan pada negara negara berkembang seperti
Indonesia, perusahaan kecil (UKM adalah mesin pertumbuhan karena perannya yang
banyak menycrap tenaga kerja).
2.
Dampak Korupsi pada Perekonomian Anahsa Ekonometrika
Beberapa tahun terakhir, banyak dilakukan penelitian dengan
menggunakan angka indeks korupsi untuk melihat hasilnya pada variabel —
variabel ekonomi yang lain. Beberapa hasil penelitian tersebut adalah
1. Korupsi Mengurangi Nilai Investasi
Korupsi membuat sejumlah investor kurang percaya untuk
menanamklanmodalnya di Indonesia dan lebih memilih menginvestasikannya ke
negara-negara yang lebih aman seperti Cina dan India. Sebagai konsekuensinya,
mengurangi pencapaian actual growth dari nilai potential growth
yang lebih tinggi. Berkurangnya nilai investasi ini diduga berasal dari
tingginya biaya yang harus dikeluarkan dari yang seharusnya. ini berdampak pada
menurunnya growth yang dicapai. Studi didasarkan atas analisa fungsi
produksi dimana growth adalah fungsi dari investasi.
2. Korupsi Mengurangi Pengeluaran pada
Bidang Pendidikan dan Kesehatan
Akibat korupsi pendapatan pemerintah akan terpangkas bahkan
lebih dari 50%, sebagai contoh kasus dugaan korupsi Presiden Soeharto yang
tidak kunjung kelar yang di sinyalir menggelapkan uang negara sekitar 1,7
triliun. Agar pengeluaran pengeluaran pemerintah tidak defisit maka di lakukan
pengurangan pengeluaran pemerintah.
3. Korupsi mengurangi pengeluaran untuk
biaya operasi dan perawatan dari infrastruktur. Korupsi juga turut mengurangi
anggaran pembiayaan untuk perawatan fasilitas umum.
4. Korupsi menurunkan produktivitas
dari investasi publik dan infrastruktur suatu Negara.
5. Korupsi menurunkan pendapatan pajak
Sebagai contoh kasus Gayus Tambunan, seorang pegawai
golongan 3A, yang menggelapkan pajak negara sekitar Rp 26 miliar. Dengan
demikian pendapatan pemerintah dari sektor pendidikan akan berkurang Rp 26
miliar, itu hanya kasus gayus belum termasuk kasus makelar pajak lainnya.
6. Korupsi menurunkan Foreign Direct
Investment, dikarenakan efek korupsi yang sama dengan efek pajak.
Disini dapat
disimpulkan dengan Ditinjau dari sudut apapun, korupsi sama sekali tidak
memberikan manfaat. Baik kepada perekonomian, maupun kepada sistem demokrasi politik
yang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa negara dalam masa transisi
seperti Indonesia, baik dari sistem ekonomi (dari sistem ekonomi terpusat
menuju sistem ekonomi yang lebih menganut pasar) maupun dari sistem politik dan
demokrasi (pemerintahan yang otoriter ke pemerintahan yang demokratis), selalu
mengalamii masalah korupsi yang luar biasa besar. Bahkan, saat ini sudah
terbangun mitos di masyarakat bahwa korupsi hampir mustahil dapat dibasmi,
karena ada anggapan bahwa korupsi telah menjadii kebudayaan bangsa Indonesia.
Namun hal ini tidak bisa dijadikan justifikasi dan apologi untuk terus bersikap
toleran dan permisif terhadap keberadaan korupsi.
Hasil
penelitian Farah Dewi (Mahasiswa Pasca Sarjana UI, 2002) mengatakan jikalau
Indonesia sanggup menekan tingkat korupsinya sampai serendah tlngkat korupsi di
Jepang, maka dengan performa ekonomi seperti sekarang, Indonesia dapat mencapai
tingkat pertumbuhan sebesar 6.37% setahun. Lebih lanjut, jika Indonesia sanggup
menekan tingkat korupsinya hingga serendah tingkat korupsi Singapura, maka
Indonesia akan mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 10.68% per tahun. Maka
mutlak sudah, bahwa pemberantasan korupsi adatah bagian yang tak terpisahkan
dart proses perbaikan ekonomi Indonesia. Karena berdasarkan analisa apapun,
korupsi tidak mungkin ditolerir.
Tentu akan
sangat membingungkan bila kita harus menyelesaikan semua kasus korupsi karena
sangat banyaknya kasus konupsi di negeri ini. Oleh karena itu pemetaan korupsi
dengan memberilcan prioritas menjadi penting. Tolak ukur yang paling penting
adalah seberapa jauh korupsi tersebut berkaitan dengan kepentingan umum dan
merugikan keuangan negara. Kita dapat menemukan suatu pola umum dari korupsi
yang terjadi di Indonesia, namun bukan tidak mungkin setiap daerah dan setiap
kasus memililki kekhususannya sendiri. Beberapa hal bisa dijadikan alasan bagi
ttumbuhnya perbedaan-perbedaan ini seperti perbedaan sumber daya ekonomi (atau
pendapatan), budaya, kondisi kelompok-kelompok sosial, yang kesemuanya
mempengaruhi pola-pola korupsi dan upaya pemberantasannya. Yang pasli, kita
harus segera bergerak menuntaskan serta melakukan perubahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar