Malam pergantian Tahun 2011 ke 2012
yang dirayakan dunia, termasuk Indonesia, tidak bermakna bagi sejumlah kelompok
orang di Indonesia. Banyak wilayah perkotaan di Indonesia tergenang banjir,
sebut saja di Banjarmasin, Kalsel, Brebes Jawa Tengah, atau Blenda, Bandung Jawa
Barat.
Tapi, terutama peristiwa penembakan
pekerja galian Telkom di Bireun, NAD, tepat malam pergantian tahun seolah
‘menenun’ pelanggaran hak warga negara atas ketenangan dari tahun 2011 menuju
2012. Belum selesai investigasi tragedi Bima (Sape), NTB, tragedi Bireun
menyusul. Penyelidikan dan pemanggilan saksi masih berlanjut.
Kita tidak sedang mendahului
kinerja aparat bila juga, masyarakat berhak menyampaikan apriori dan pretensi
tertentu terhadap pelbagai kasus pelanggaran HAM yang berderet di penghujung
tahun 2011. Mesuji yang akan dilaporkan hasil investigasinya hari ini,
investigasi Bima, amuk masa berakhir pembakaran Rumah Dinas Bupati Kotawaringin
Barat, Kalteng, penyelidikan pembakaran Pondok Pesantren Syiah di Sampang,
Madura, semuanya mengandung kejanggalan nalar.
Penanganan yang tidak profesional
aparat kepolisian, hanya akan menimbulkan spekulasi masyarakat. Apalagi justeru
karena, dalam beberapa kasus terutama Mesuji dan Bima, kepolisian justeru
menjadi bagian dari masalah. Semua kejadian ini, apa pun motifnya adalah bentuk
pelanggaran HAM, dan dengan sendirinya berarti merupakan bentuk pelanggaran
konstitusional terhadap hak-hak dasariah sebagai warga negara.
Dalam segala kejadian ini, peran
Komisioner Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tetap dipandang masyarakat sebagai
tidak cukup maksimal. Sebagai Komisi yang mengawasi jantung Konstitusi, Komnas
dipandang masih memble .
Kontroversi Peran Komnas HAM dan Tim Mesuji
Sejumlah kalangan menghormati niat
baik Pemerintahan SBY untuk membentuk Tim Investigasi Kasus Mesuji yang
dipimpin Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. Tetapi, lepas dari niat
baik itu, sebenarnya laporan Komnas HAM yang menyeluruh terhadap kasus Mesuji,
akan dipandang lebih obyektif dan menjadi acuan lain hasil investigasi Tim
bentukan Pemerintah.
Kewenangan Konstitusional Komnas
meliputi pelbagai hal, antara lain penyelenggaraan Negara atas hak-hak dasariah
warga negara. Bahkan, peran Komnas HAM diwacankan untuk diperluas, mengingat
pemahaman dan kesadaran konstitusional yang rendah akan hak-hak warga negara
itu.
Pasal 9 UU 26/2000 memberikan
penjelasan, bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan
yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap
penduduk sipil, berupa: (a) pembunuhan; (b) pemusnahan; (c) perbudakan;
(d) pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; (e) perampasan
kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang
melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; (f) penyiksaan; (g)
perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan,
pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan
seksual lain yang setara; (h) penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu
atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan,
etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara
universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; (i)
penghilangan orang secara paksa; atau (j) kejahatan apartheid.
Revisi UU No. 26 tahun 2000 Dari
beberapa penjelasan di atas terlihat tersebut disebabkan oleh beberapa hal,
seperti sempitnya definisi pelanggaran HAM yang dapat ditangani oleh
Komnas HAM, Kejaksaan Agung, dan Pengadilan HAM.
Banyak kelompok masyarakat lain
bekerja bahu membahu membantu Pemerintah maupun Komnas HAM untuk menjamin
hak-hak itu. Sulit memahami kalau ada unsur masyarakat melarang kontrol
masyarakat terhadap Pemerintah hingga Komnas HAM.
Apabila kita melihat ketentuan
Pasal 7 dan Pasal 9 UU 26/2000 di atas, jelas bahwa yang diakui sebagai
pelanggaran HAM berat masih sebatas pelanggaran atas hak-hak sipil dan politik
saja. Sedangkan pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya tidak
dikategorikan sebagai pelanggaran HAM yang berat.
Kinerja Komnas HAM dan Pemerintah
jangan menjadi bagian lain masalah konstitusional. Komitmen Pemerintah yang
lemah terhadap penegakkan HAM dan Kewenangan Komnas HAM terkadang menjadi
bagian masalah penegakkan HAM. Masyarakat berhak memintanya kembali sebagai
pemilik kedaulatan tertinggi negeri berkonstitusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar